Tuesday 5 January 2016

Sejarah Uposatha


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Sebagai umat Buddha sering sekali mendengar kata uposatha, dimana kata uposatha pada umumnya dikenal dengan hari atthasila atau athangasila, uposatha dalam pelaksanaannya   jatuh pada   tanggal 1, 8, 15, dan 23 dalam satu bulan dan terkadang bisa 5 kali, pada hari uposatha kiranya umat Buddha melaksanakan puja kepada Tiratana dan mempraktikkan sila puja kepada Tiratana sebagai simbol akan Saddha (keyakinan)   umat Buddha terhadap Tiratana. Para Upasaka dan upasika yang ingin melaksanakan hari uposatha dengan menerapkan Atthangika uposatha kepada bhikkhu dan merenungkan    sebagai suatu syarat dalam pelaksanaan hari uposatha.
Tradisi   hari uposatha ini oleh Sang Buddha diambil dari tradisi-tradisi Hindu, hal ini dapat dibuktikan dengan menganalisis riwayat hidup Buddha Gotama yang ada pada buku Riwayat Agung Para Buddha, dalam buku ini dijelaskan ketika Ratu Maha Maya sedang hamil, pada waktu itu Ratu Maha Maya melaksanakan uposatha dimana setiap bulan terang dan pertengahan bulan, Dewi Maha Maya melaksanakan puasa (uposatha), untuk lebih jelasnya dapat diketahui melalui penjelasan sutta yang penjelaskannya tentang tindakan dari hari uposatha bagi umat Buddha dalam Angutara Nikaya kelompok 3.
 "Demikianlah kejadiannya. Pada suatu waktu sang Bhagava sedang berdiam di Rajagaha, di puncak karang Burung Nazar. Pada waktu itu kelana-kelana dari sekte lain memiliki kebiasaan untuk berkumpul pada waktu pertengahan bulan pada tanggal 14 dan 15 dan berkhotbah tentang dhamma. Orang-orang berdatangan untuk mendengarkannya. Mereka semakin menyukai dan semakin percaya kelana dari sekte lain itu. Maka kelana-kelana itu memperoleh bantuan. Maka ketika raja Magadha Bimbisara sedang bermeditasi, ia merenungkan hal-hal ini: "mengapa para yang mulia untuk tidak berbuat serupa pada hari-hari itu?".
 Ia menemui Sang Bhagava menyampaikan apa yang dipikirkannya dan menambahkan: "guru alangkah baiknya jika pada hari-hari itu pula para Yang Mulia untuk berkumpul Sang Bhagava memberi petunjuk tentang dhamma kepada raja itu. Setelah mana ia meninggalkan tempat itu. Kemudian Sang Bhagava membuat hal itu sebagai suatu alasan untuk memberikan wejangan tentang Dhamma kepada bhikkhu, beliau berkata: O para bhikkhu, aku mengizinkan pertemuan pada pertengahan bulan, yaitu hari ke 14 dan ke 15, dan pada perempatan bulan, yaitu pada hari ke 8 " .
Para bhikkhu mulai saat itu berkumpul bersama sebagaimana yang diizinkan Sang Bhagava, tetapi mereka duduk dengan diam. Orang-orang datang untuk mendengarkan dhamma. Mereka menjadi kecewa bagaiamana putera-putera abadi berkumpul pada hari-hari ini hanya untuk membisu seperti tonggak ?. Tidaklah dhamma seharusnya dikhotbahkan pada waktu-waktu mereka berkumpul.
Para bhikkhu menyampaikan hal ini, kemudian mereka menyampaikan kepada Sang Bhagava. Dia menjadikan hal ini sebagai alasan untuk memberikan wejangan tentang dhamma, beliau berpersan demikian: "O, para bhikkhu, bila ada pertemuan pada pertengahan bulan dan perempatan bulan, aku mengizinkan untuk memberikan dhamma".


21. Rumusan Masalah
Hari uposatha khususnya dalam agama buddha memiliki ruang lingkup pembahasan yag cukup luas oleh sebab itu penulis membatasi dalam penulisan makalah ini yaitu
Bagaimana Alikasi Pelaksanaan hari uposatha bagi umat awam (gharavasa)?
2.3. Tujuan
Menguraikan hal-hal yang terkait dengan uposatha serta aplikasinya dalam kehidupan perumah tangga atau umat awam.





BAB II
ISI
2.1 Pengertian uposatha
Ketentuan uposatha arti harafiahnya adalah 'masuk untuk berdiam (dalam keluhuran)'. Istilah ini digunakan untuk sebutan hari dimana Upasaka-upasika menjalankan peraturan-pelatihan khusus. Hari itu disebut dengan hari uposatha (Drs. Teja SM Rasyid: 40).
Sedangkan menurut tradisi India, uposatha berasal dari kata 'Upavasatha' yang menunjukkan pada malam menjelang upacara Soma, sebuah tradisi agama Hindu (Herman: 1). Pada hari uposatha tersebut umat Buddha melakukan puja bhakti, berupa:
ü   Melakukan presentasi lilin, dupa, dan bunga di Vihara
ü   Melakukan puja pada Sang Tiratana dan membaca paritta-paritta suci.
ü   Terapkan pada bhikkhu untuk bimbingan melaksanakan Pancasila (lima sila) atau Aññhasila.
ü   Mendengarkan khotbah dhamma dari para bhikkhu atau pandita
ü   Ada pula umat yang melakukan makan sayur asin (pantang daging).
ü   Memperbanyak meditasi.
Gimin Edi Susanto juga menjelaskan bahwa Sejak zaman dahulu umat Buddha memamfaatkan hari-hari uposatha  untuk bermacam-macam upacara keagamaan. Pada tanggal 15 tengah bulan, mereka mengadakan kegiatan bernuansa agama, dan anggota Sangha membabarkan dhamma. Bhikkhu Sangha juga memanfaatkan dua uposatha untuk membacakan Patimokkha atau peraturan kebhikkhuan. Pada hari uposatha umat Buddha menjalankan uposatha,  dengan menjalankan delapan sila sehari. Hari uposatha yang terjadi di pertengahan bulan disebut Catudassiko atau Pannarassiko karena pendek atau panjang. Bhikkhu Sangha dapat memamfaatkan hari uposatha untuk mengadakan upacara uposatha alternative yang disebut: "Samaggi uposatha", yang diadakan ketika terjadi perselisihan diantara anggota Sangha.
Bu d dha menjelaskan dalam Kitab suci Anggutara Nikaya kelompok 1 menjelaskan khotbah oleh Sang Buddha kepada Visakha untuk pelaksanaan uposatha, beliau menunjukkan kemuliaan dari pelaksanaan Atthasila, keajaiban yang bisa diperoleh oleh pria atau wanita di dunia ini, dan kemegahan serta kebahagiaan mendatang, dan memastikan kelahiran diantara para dewa di surga. Sang Buddha menjelaskan kepada Visakha bermacam-macam renungan yang diberikan kepada pelaksana Ariya uposatha, yang menuntun kepada kedamaian dan kesucian batin. Sang Buddha berkata, "Visakha, apa Arya uposatha itu ?. Pensucian dengan cara benar. Dan bagaiamana caranya, Visakha? Disini Arya merenungakan Sang Tahtagata, sebagai berikut: "Sang Bhagava, yang maha suci, yang telah mencapai penerangan sempurna, sempurna pengetahuan serta tindak-tanduknya, sempurna penempuh jalan ke Nibbana, pengenal segenap alam, pembimbing manusia yang tiada taranya, guru para dewa dan manusia, Buddha yang maha agung ", setelah berpikir tentang Tahtagata demikian, batin menjadi tenang, damai, rasa bahagia timbul, dan kekotoran batin mengendap.
Sedangkan   dibuku   Gimin Edy Susanto, BA, dijelaskan pula kisah Visakha yang datang kepada Buddha bahwa Buddha menjelaskan kepada Visakha tentang tiga macam uposatha, yaitu uposatha orang biasa, uposatha pertapa telanjang, dan juga uposatha ariya. Setelah mengetahui penjelasan Buddha Visakha pun mulai berpikir tentang Tathagata sampai batinya tenang dengan merenungkan terhadap Dhamma, Sangha, silahkan, manfaat pelaksanaan sila, dan masa hidup para Dewa.
2.2 Pelaksanaan  Uposattha

Sang Buddha menjelaskan d alam Angutara Nikaya kelompok 3, bahwa tindakan uposatha. Bilamana O para bhikkhu, tindakan uposatha sempurna di dalam delapan faktor, maka buah dan manfaatnya pun berlimpah, bersinar, dan menyebar. Dan bagaimana tindakan uposatha sempurna di dalam delapan faktor yang membuatnya memliki buah dan manfaat yang melimpah, bersinar dan menyebar, delapan faktor itu adalah:
1.          Menghindari pembunuhan / penyiksaan mahkluk hidup
2.          Menghindari pencurian / pengambilan barang yang tidak diberikan
3.          Menghindari hubungan sex yang tidak sah / asusila
4.          Menghindari berbohong, berbicara kasar, memfitnah, berbicara tidak benar
5.          Menghindari makan an dan minum an yang dapat mengurangi / lemahnya kesadaran
6.          menghidari makan sesudah tengah hari
7.          Menghindari menari, menyanyi, bermain musi k, memakai perhiasan, bunga-bungaan dan wewangian
8.          Menghindari duduk dan tidur di tempat tidur yang tinggi dan mewah
2.3 Aplikasi hari Uposattha Bagi umat awam       

Panca Sila, sebagaimana halnya hukum negara, membantu umat Budha untuk mendisilpinkan dirinya dan mengikuti Jalan Mulia Beruas Delapan. Pancasila sebenarnya nilai-nilai maunsia yang mendasar, yang membawa manfaat besar bagi mereka yang melaksanakannya. Lima aturan itu adalah menjauhi diri dari pembunuhan, pencurian, prilaku seks yang menyimpang, berbohong dan mengkonsumsi
Pelaksanaan delapan aturan (Attha Sila) pada tanggal satu dan lima belas pada penanggalan bulan, juga disebut sebagai Uposattha namaknya dimulai sebagai semacam pelengkap bagi umat publik atas pengulangan aturan kebiaraan bagi para bhikkhu. Pelaksanaan delapan sila bagi umat awam dapat ditelusuri kembali pada masa Sang Buddha. Dalam kotbah kepada Visakha, pengikut awam yang saleh, Sang Buddha menganjurkan pelaksanaan delapan sila pada hari-hari tertentu. Secara khusus, melaksanakan delapan sila dikatakan bseagai tiruan dari disiplin para Arahat. Delapan harap bukan hanya membuat penghargaan atas pelepasan dan merenungkan ajaran Sang Buddha, tetapi juga jasa-jasa yang berarti yang berakibat kebahagiaan di maas yang akan datang. Delapan sila mencegah makan pada waktu yang tidak layak, menari, menyanyi, musik dan tontonan yang tidak pantas; dari penggunaan untaian bunga, wewangian, dan polesan; dari benda-benda yang bertujuan mempercantik dan menghias diri. Penggunaan tempat tidur yang tingi dan besar juga dilarang untuk mencegah kemalasan dan mendorong kerendahan diri, sebagaimana secara tradisional, penggunaan tempat tidur dan tempat duduk yang tinggi diperuntukkan bagi orang yang berstatus tinggi dan mengakibatkan perasaan diri sebagai orang penting. Dengan hanya menahan diri dari waktu ke waktu dengan cara ini sehingga seseorang akan dapat mengatasi kecemasan dan mampu mengendalikan dirinya. Pelatihan ini, melatihnya untuk tidak kecewa bila ia tidak mendapatkan kesenangan inderawi. Para bhikkhu dan bhikkhuni yang telah meninggalkan kesenangan duniawi melaksanakan prinsip-prinsip ini sepanjang waktu.






BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari penelitian dan analisa yang telah ditulis hari uposattha baik di lakukan oleh umat awam (gharavasa) karena dengan melaksanakna uposattha dapat meningkatkan moral serta sepiritual seseorang
3.2 Saran
Setiap umat Buddha selayaknya menerapkan kelima sila untuk dapat meningkatkan dirinya secara moral dan sepiritual   Moralitas adalah langkah pertama dalam jalan menuju kebahagiaan abadi. Moralitas adalah pondasi spiritual yang mendasar. Tanpa ladasan ini, takkan ada kemajuan manusia dan kemajuan spiritual. Setelah menegakkan fondasi moral, seseorang dapat melanjutkan untuk mengembangkan pikiran dan kebijaksanaannya. Praktek ini akan menuntunya dari tingkat yang lebih rendah ke tingkat-tingkat perkembangan mental yang lebih tinggi, dan akhirnya menuju puncak dari semua pencapaian yaitu penerangan.




Manfaat menjalankan uposatha dan Atthasila. Hari uposatha, umumnya jatuh setiap tanggal 1, 8, 15, 23 dalam penanggalan bulan. Pada hari-hari ini, umat awam yang berbakti, berusaha melatih diri dengan menjalankan Atthasila, membawa persembahan ke vihara dan mengisi waktu mereka di vihara dengan belajar dhamma dan meditasi. Atthasila (8 sila) terdiri dari: Panatipata veramani sikkhapadam samadiyami (saya mengambil silahkan menahan diri dari membunuh makhluk lain) Adinnadana veramani sikkhapadam samadiyami (saya mengambil silahkan menahan diri dari mengambil apa yang tidak diberikan) Abrahmacariya veramani sikkhapadam samadiyami (saya mengambil silahkan menahan diri dari aktivitas seksual). * Perhatikan, ini berbeda dengan pancasila biasa, dimana hanya hubungan seks yang tidak benar, sementara dalam atthasila, sama sekali tidak melakukan aktivitas seksual. Musavada veramani sikkhapadam samadiyami (saya mengambil silahkan menahan diri dari berkata yang tidak benar) Suramerayamajja pamadatthana veramani sikkhapadam samadiyami (saya mengambil silahkan menahan diri dari mengkonsumsi minuman keras dan zat lain yang memabukkan dan menimbulkan kecanduan) Vikalabhojana veramani sikkhapadam samadiyami (saya mengambil silahkan menahan diri dari makan pada waktu yang tidak tepat). * yaitu tidak makan setelah lewat tengah hari sampai dengan esok paginya. Nacca-gita-vadita-visukkadassana mala-gandha-vilepana-Dharana-mandana-vibhusanathana veramani sikkhapadam samadiyami (saya mengambil silahkan menahan diri dari menari, bernyanyi, mendengarkan musik, pergi melihat hiburan, memakai perhiasan, memakai parfum, dan memakai kosmetik) Uccasayana-mahasayana veramani sikkhapadam samadiyami (saya mengambil silahkan menahan diri dari berbaring di tempat yang tinggi dan mewah) Tujuan dari melatih sila-sila diatas adalah untuk mencegah kita melakukan karma buruk dan untuk mengurangi keinginan duniawi, kemelekatan terhadap hal-hal yang memanjakan nafsu kita.



 


















  

1 comment:

  1. trimakasih susilo s postingannya sangat bermanfaat

    ReplyDelete