Tuesday 5 January 2016

Sejarah Uposatha


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Sebagai umat Buddha sering sekali mendengar kata uposatha, dimana kata uposatha pada umumnya dikenal dengan hari atthasila atau athangasila, uposatha dalam pelaksanaannya   jatuh pada   tanggal 1, 8, 15, dan 23 dalam satu bulan dan terkadang bisa 5 kali, pada hari uposatha kiranya umat Buddha melaksanakan puja kepada Tiratana dan mempraktikkan sila puja kepada Tiratana sebagai simbol akan Saddha (keyakinan)   umat Buddha terhadap Tiratana. Para Upasaka dan upasika yang ingin melaksanakan hari uposatha dengan menerapkan Atthangika uposatha kepada bhikkhu dan merenungkan    sebagai suatu syarat dalam pelaksanaan hari uposatha.
Tradisi   hari uposatha ini oleh Sang Buddha diambil dari tradisi-tradisi Hindu, hal ini dapat dibuktikan dengan menganalisis riwayat hidup Buddha Gotama yang ada pada buku Riwayat Agung Para Buddha, dalam buku ini dijelaskan ketika Ratu Maha Maya sedang hamil, pada waktu itu Ratu Maha Maya melaksanakan uposatha dimana setiap bulan terang dan pertengahan bulan, Dewi Maha Maya melaksanakan puasa (uposatha), untuk lebih jelasnya dapat diketahui melalui penjelasan sutta yang penjelaskannya tentang tindakan dari hari uposatha bagi umat Buddha dalam Angutara Nikaya kelompok 3.
 "Demikianlah kejadiannya. Pada suatu waktu sang Bhagava sedang berdiam di Rajagaha, di puncak karang Burung Nazar. Pada waktu itu kelana-kelana dari sekte lain memiliki kebiasaan untuk berkumpul pada waktu pertengahan bulan pada tanggal 14 dan 15 dan berkhotbah tentang dhamma. Orang-orang berdatangan untuk mendengarkannya. Mereka semakin menyukai dan semakin percaya kelana dari sekte lain itu. Maka kelana-kelana itu memperoleh bantuan. Maka ketika raja Magadha Bimbisara sedang bermeditasi, ia merenungkan hal-hal ini: "mengapa para yang mulia untuk tidak berbuat serupa pada hari-hari itu?".
 Ia menemui Sang Bhagava menyampaikan apa yang dipikirkannya dan menambahkan: "guru alangkah baiknya jika pada hari-hari itu pula para Yang Mulia untuk berkumpul Sang Bhagava memberi petunjuk tentang dhamma kepada raja itu. Setelah mana ia meninggalkan tempat itu. Kemudian Sang Bhagava membuat hal itu sebagai suatu alasan untuk memberikan wejangan tentang Dhamma kepada bhikkhu, beliau berkata: O para bhikkhu, aku mengizinkan pertemuan pada pertengahan bulan, yaitu hari ke 14 dan ke 15, dan pada perempatan bulan, yaitu pada hari ke 8 " .
Para bhikkhu mulai saat itu berkumpul bersama sebagaimana yang diizinkan Sang Bhagava, tetapi mereka duduk dengan diam. Orang-orang datang untuk mendengarkan dhamma. Mereka menjadi kecewa bagaiamana putera-putera abadi berkumpul pada hari-hari ini hanya untuk membisu seperti tonggak ?. Tidaklah dhamma seharusnya dikhotbahkan pada waktu-waktu mereka berkumpul.
Para bhikkhu menyampaikan hal ini, kemudian mereka menyampaikan kepada Sang Bhagava. Dia menjadikan hal ini sebagai alasan untuk memberikan wejangan tentang dhamma, beliau berpersan demikian: "O, para bhikkhu, bila ada pertemuan pada pertengahan bulan dan perempatan bulan, aku mengizinkan untuk memberikan dhamma".


21. Rumusan Masalah
Hari uposatha khususnya dalam agama buddha memiliki ruang lingkup pembahasan yag cukup luas oleh sebab itu penulis membatasi dalam penulisan makalah ini yaitu
Bagaimana Alikasi Pelaksanaan hari uposatha bagi umat awam (gharavasa)?
2.3. Tujuan
Menguraikan hal-hal yang terkait dengan uposatha serta aplikasinya dalam kehidupan perumah tangga atau umat awam.





BAB II
ISI
2.1 Pengertian uposatha
Ketentuan uposatha arti harafiahnya adalah 'masuk untuk berdiam (dalam keluhuran)'. Istilah ini digunakan untuk sebutan hari dimana Upasaka-upasika menjalankan peraturan-pelatihan khusus. Hari itu disebut dengan hari uposatha (Drs. Teja SM Rasyid: 40).
Sedangkan menurut tradisi India, uposatha berasal dari kata 'Upavasatha' yang menunjukkan pada malam menjelang upacara Soma, sebuah tradisi agama Hindu (Herman: 1). Pada hari uposatha tersebut umat Buddha melakukan puja bhakti, berupa:
ü   Melakukan presentasi lilin, dupa, dan bunga di Vihara
ü   Melakukan puja pada Sang Tiratana dan membaca paritta-paritta suci.
ü   Terapkan pada bhikkhu untuk bimbingan melaksanakan Pancasila (lima sila) atau Aññhasila.
ü   Mendengarkan khotbah dhamma dari para bhikkhu atau pandita
ü   Ada pula umat yang melakukan makan sayur asin (pantang daging).
ü   Memperbanyak meditasi.
Gimin Edi Susanto juga menjelaskan bahwa Sejak zaman dahulu umat Buddha memamfaatkan hari-hari uposatha  untuk bermacam-macam upacara keagamaan. Pada tanggal 15 tengah bulan, mereka mengadakan kegiatan bernuansa agama, dan anggota Sangha membabarkan dhamma. Bhikkhu Sangha juga memanfaatkan dua uposatha untuk membacakan Patimokkha atau peraturan kebhikkhuan. Pada hari uposatha umat Buddha menjalankan uposatha,  dengan menjalankan delapan sila sehari. Hari uposatha yang terjadi di pertengahan bulan disebut Catudassiko atau Pannarassiko karena pendek atau panjang. Bhikkhu Sangha dapat memamfaatkan hari uposatha untuk mengadakan upacara uposatha alternative yang disebut: "Samaggi uposatha", yang diadakan ketika terjadi perselisihan diantara anggota Sangha.
Bu d dha menjelaskan dalam Kitab suci Anggutara Nikaya kelompok 1 menjelaskan khotbah oleh Sang Buddha kepada Visakha untuk pelaksanaan uposatha, beliau menunjukkan kemuliaan dari pelaksanaan Atthasila, keajaiban yang bisa diperoleh oleh pria atau wanita di dunia ini, dan kemegahan serta kebahagiaan mendatang, dan memastikan kelahiran diantara para dewa di surga. Sang Buddha menjelaskan kepada Visakha bermacam-macam renungan yang diberikan kepada pelaksana Ariya uposatha, yang menuntun kepada kedamaian dan kesucian batin. Sang Buddha berkata, "Visakha, apa Arya uposatha itu ?. Pensucian dengan cara benar. Dan bagaiamana caranya, Visakha? Disini Arya merenungakan Sang Tahtagata, sebagai berikut: "Sang Bhagava, yang maha suci, yang telah mencapai penerangan sempurna, sempurna pengetahuan serta tindak-tanduknya, sempurna penempuh jalan ke Nibbana, pengenal segenap alam, pembimbing manusia yang tiada taranya, guru para dewa dan manusia, Buddha yang maha agung ", setelah berpikir tentang Tahtagata demikian, batin menjadi tenang, damai, rasa bahagia timbul, dan kekotoran batin mengendap.
Sedangkan   dibuku   Gimin Edy Susanto, BA, dijelaskan pula kisah Visakha yang datang kepada Buddha bahwa Buddha menjelaskan kepada Visakha tentang tiga macam uposatha, yaitu uposatha orang biasa, uposatha pertapa telanjang, dan juga uposatha ariya. Setelah mengetahui penjelasan Buddha Visakha pun mulai berpikir tentang Tathagata sampai batinya tenang dengan merenungkan terhadap Dhamma, Sangha, silahkan, manfaat pelaksanaan sila, dan masa hidup para Dewa.
2.2 Pelaksanaan  Uposattha

Sang Buddha menjelaskan d alam Angutara Nikaya kelompok 3, bahwa tindakan uposatha. Bilamana O para bhikkhu, tindakan uposatha sempurna di dalam delapan faktor, maka buah dan manfaatnya pun berlimpah, bersinar, dan menyebar. Dan bagaimana tindakan uposatha sempurna di dalam delapan faktor yang membuatnya memliki buah dan manfaat yang melimpah, bersinar dan menyebar, delapan faktor itu adalah:
1.          Menghindari pembunuhan / penyiksaan mahkluk hidup
2.          Menghindari pencurian / pengambilan barang yang tidak diberikan
3.          Menghindari hubungan sex yang tidak sah / asusila
4.          Menghindari berbohong, berbicara kasar, memfitnah, berbicara tidak benar
5.          Menghindari makan an dan minum an yang dapat mengurangi / lemahnya kesadaran
6.          menghidari makan sesudah tengah hari
7.          Menghindari menari, menyanyi, bermain musi k, memakai perhiasan, bunga-bungaan dan wewangian
8.          Menghindari duduk dan tidur di tempat tidur yang tinggi dan mewah
2.3 Aplikasi hari Uposattha Bagi umat awam       

Panca Sila, sebagaimana halnya hukum negara, membantu umat Budha untuk mendisilpinkan dirinya dan mengikuti Jalan Mulia Beruas Delapan. Pancasila sebenarnya nilai-nilai maunsia yang mendasar, yang membawa manfaat besar bagi mereka yang melaksanakannya. Lima aturan itu adalah menjauhi diri dari pembunuhan, pencurian, prilaku seks yang menyimpang, berbohong dan mengkonsumsi
Pelaksanaan delapan aturan (Attha Sila) pada tanggal satu dan lima belas pada penanggalan bulan, juga disebut sebagai Uposattha namaknya dimulai sebagai semacam pelengkap bagi umat publik atas pengulangan aturan kebiaraan bagi para bhikkhu. Pelaksanaan delapan sila bagi umat awam dapat ditelusuri kembali pada masa Sang Buddha. Dalam kotbah kepada Visakha, pengikut awam yang saleh, Sang Buddha menganjurkan pelaksanaan delapan sila pada hari-hari tertentu. Secara khusus, melaksanakan delapan sila dikatakan bseagai tiruan dari disiplin para Arahat. Delapan harap bukan hanya membuat penghargaan atas pelepasan dan merenungkan ajaran Sang Buddha, tetapi juga jasa-jasa yang berarti yang berakibat kebahagiaan di maas yang akan datang. Delapan sila mencegah makan pada waktu yang tidak layak, menari, menyanyi, musik dan tontonan yang tidak pantas; dari penggunaan untaian bunga, wewangian, dan polesan; dari benda-benda yang bertujuan mempercantik dan menghias diri. Penggunaan tempat tidur yang tingi dan besar juga dilarang untuk mencegah kemalasan dan mendorong kerendahan diri, sebagaimana secara tradisional, penggunaan tempat tidur dan tempat duduk yang tinggi diperuntukkan bagi orang yang berstatus tinggi dan mengakibatkan perasaan diri sebagai orang penting. Dengan hanya menahan diri dari waktu ke waktu dengan cara ini sehingga seseorang akan dapat mengatasi kecemasan dan mampu mengendalikan dirinya. Pelatihan ini, melatihnya untuk tidak kecewa bila ia tidak mendapatkan kesenangan inderawi. Para bhikkhu dan bhikkhuni yang telah meninggalkan kesenangan duniawi melaksanakan prinsip-prinsip ini sepanjang waktu.






BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari penelitian dan analisa yang telah ditulis hari uposattha baik di lakukan oleh umat awam (gharavasa) karena dengan melaksanakna uposattha dapat meningkatkan moral serta sepiritual seseorang
3.2 Saran
Setiap umat Buddha selayaknya menerapkan kelima sila untuk dapat meningkatkan dirinya secara moral dan sepiritual   Moralitas adalah langkah pertama dalam jalan menuju kebahagiaan abadi. Moralitas adalah pondasi spiritual yang mendasar. Tanpa ladasan ini, takkan ada kemajuan manusia dan kemajuan spiritual. Setelah menegakkan fondasi moral, seseorang dapat melanjutkan untuk mengembangkan pikiran dan kebijaksanaannya. Praktek ini akan menuntunya dari tingkat yang lebih rendah ke tingkat-tingkat perkembangan mental yang lebih tinggi, dan akhirnya menuju puncak dari semua pencapaian yaitu penerangan.




Manfaat menjalankan uposatha dan Atthasila. Hari uposatha, umumnya jatuh setiap tanggal 1, 8, 15, 23 dalam penanggalan bulan. Pada hari-hari ini, umat awam yang berbakti, berusaha melatih diri dengan menjalankan Atthasila, membawa persembahan ke vihara dan mengisi waktu mereka di vihara dengan belajar dhamma dan meditasi. Atthasila (8 sila) terdiri dari: Panatipata veramani sikkhapadam samadiyami (saya mengambil silahkan menahan diri dari membunuh makhluk lain) Adinnadana veramani sikkhapadam samadiyami (saya mengambil silahkan menahan diri dari mengambil apa yang tidak diberikan) Abrahmacariya veramani sikkhapadam samadiyami (saya mengambil silahkan menahan diri dari aktivitas seksual). * Perhatikan, ini berbeda dengan pancasila biasa, dimana hanya hubungan seks yang tidak benar, sementara dalam atthasila, sama sekali tidak melakukan aktivitas seksual. Musavada veramani sikkhapadam samadiyami (saya mengambil silahkan menahan diri dari berkata yang tidak benar) Suramerayamajja pamadatthana veramani sikkhapadam samadiyami (saya mengambil silahkan menahan diri dari mengkonsumsi minuman keras dan zat lain yang memabukkan dan menimbulkan kecanduan) Vikalabhojana veramani sikkhapadam samadiyami (saya mengambil silahkan menahan diri dari makan pada waktu yang tidak tepat). * yaitu tidak makan setelah lewat tengah hari sampai dengan esok paginya. Nacca-gita-vadita-visukkadassana mala-gandha-vilepana-Dharana-mandana-vibhusanathana veramani sikkhapadam samadiyami (saya mengambil silahkan menahan diri dari menari, bernyanyi, mendengarkan musik, pergi melihat hiburan, memakai perhiasan, memakai parfum, dan memakai kosmetik) Uccasayana-mahasayana veramani sikkhapadam samadiyami (saya mengambil silahkan menahan diri dari berbaring di tempat yang tinggi dan mewah) Tujuan dari melatih sila-sila diatas adalah untuk mencegah kita melakukan karma buruk dan untuk mengurangi keinginan duniawi, kemelekatan terhadap hal-hal yang memanjakan nafsu kita.



 


















  

Nilai-Nilai Pendidikan dan Hari Raya Waisak




NILAI-NILAI PENDIDIKAN DAN HARI RAYA WAISAK
Disusun Guna Memenuhi Salah Satu Tugas Individu
Psikologi Pendidikan

Dosen Pengampu:
SUPARTONO KHEMACARO, S.Pd, .., M.Si., M.Pd.B

Disusun oleh:
SLAMET SUSILO
Nim: 1408211176










SEKOLAH TINGGI ILMU AGAMA BUDDHA
(STIAB) "SMARATUNGGA"
AMPEL-BOYOLALI

2015






KATA PENGANTAR


Namo Sanghyang Adi Buddhaya
Namo Buddhaya
Penulis mengucapkan puji syukur kepada Sanghyang Adi Buddha, para Buddha, Bodhisatva, Mahasatva yang telah melimpahkan berkah dan perlindungan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul "Nilai-Nilai Pendidikan dan Hari Raya Waisak" sebagai salah satu tugas kelompok dalam Mata Kuliah Psikologi Pendidikan.
Penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai ungkapan rasa syukur maka penulis mengucakan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu memberikan petunjuk dan bimbingan serta motivasi demi terselesaikannya makalah ini. Dengan penuh rasa hormat dan ketulusan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1.     Supartono Khemacaro, S.Pd, .., M.Si., M.Pd.B selaku Dosen Pengampu yang telah memberikan bimbingan dan arahannya.
2.    Kepala Sekolah Tinggi Ilmu Agama Buddha Smaratungga.
3.    Rekan-rekan Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Agama Buddha Smaratungga.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan dan kesalahan baik disengaja maupun tidak disengaja serta dalam penulisan yang jauh dari kesempurnaan, karena keterbatasan kemampuan yang penulis miliki. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca yang bersifat membangun demi perkembangan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini dapat berguna bagi penulis, khususnya para pembaca pada umumnya.
Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta
Saddhu ... Saddhu ... Saddhu





Boyolali, 19 Juni 2015


Penulis






DAFTAR ISI


HALAMAN JUDUL ................................................ .......................................... i
KATA PENGANTAR ................................................ ........................................ ii
DAFTAR ISI ................................................ .................................................. iv
Bab I Pendahuluan
A.    Latar Belakang .............................................. .................................. 
B.    Tujuan ............................................... ................................................
 BAB II PEMBAHASAN
A.    Pendidikan ............................................... ..........................................
B.    Hari Raya Waisak ............................................. .............................
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan ............................................... ........................................
B.    Saran ............................................... ..................................................
DAFTAR PUSTAKA ................................................ ....................................... 




BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan adalah kelanjutan nilai, pengetahuan, kemampuan, sikap, dan perilaku. dalam arti luas, pendidika adalah hidup itu sendiri (belajar seumur hidup), sebagai proses menyingkirkan kebodohan dan mendewasakan diri menuju kesempurnaan. Pendidikan bagi kehidupan manusia merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi sepanjang hayat. Untuk memajukan kehidupan mereka maka pendidikan menjadi sarana utama yang harus dikelola secara sistematis dan konsisten berdasarkan berbagai pandangan teoretikal dan praktikal sepanjang waktu sesuai dengan lingkungan hidup manusia tesebut.
Pendidikan dalam agama Buddha dapat dikaitkan bersifat pragmatis menyangkut pemecahan masalah untuk mencapai tujuan hidup manusia. pendidikan Budhis yang ada di indonesia kurang dapat berkembang dengan baik karena beberapa faktor, umat yang beragama buddha hampir selalu 'menantang' orang yang bergerak di bidang pendidikan untuk menyelenggarakan sekolah yang sekelas dengan sekolah yang unggulan yag dikelola oleh agama tertentu. Sehingga untuk masuk dan dapat di terima di sekolah tersebut harus membutuhkan pengorbanan baik dari sianak maupun dari orangtua sehingga jika diterima akan merasa dirinya masuk sekolah 'elit' yang lebih hebat dari saudara-saudaranya yang beragama Buddha apalagi sekolah negeri pada umumnya. Meskipun pengetahuan yang dimiliknya belum tentu lebih baik dari yang lain, sebaliknya kepala sekolah yang memiliki buddha harus menemukan kiat dan terobosan baru untuk mendapatkan siswa.
Apa yang salah dengan sekolah yang memiliki buddhis sehingga mereka hanya menjadi pilihan terahir. Secara penampilan sekolah unggulan memang lebih menarik dari pada sekolah yang dimiliki oleh umat buddha. Sekolah Budhis yang ada terkesan masing-masin berjalan sendiri, dan belum terlihat kerjasama yang erat. Meskipun telah ada instansi tersendiri yang mengurus kerjasama antar sekolah. Image sekolah yang belum populer menjadikan sekolah Budhis kurang dikenal masyarakat, namun masih banyak kendala dalam peningkatan penyelenggaraan pendidikan Budhis saat ini.
 Perkembangan pendidikan Budhis sangat di pengaruhi oleh peserta didik dan peran lembaga dan guru terkait. Pada era otonomi saat ini, lembaga penyelenggara pendidikan di beri ruang gerak untuk mengembakan kurikulum yang ada hal ini memberi kesempatan lembaga-lmbaga penyelenggara pendidikan untuk mengoptimalkan seluruh potensi untuk mewujudkan tujuan / sasaran yang ingin di capai. Agar dapat menciptakan penyelenggaraan pendidikan Budhis yang benar-benar nyata dan membuat citra pendidikan Budhis dikenal di mata umum. Pendidikan Budhis yang merupakan bagian dari pendidikan formal memberi kontribusi dalam pendidikan khususnya bagi peserta didik yang beragama buddha.

B.   Tujuan
Menguraikan hal-hal yang berkaitan dengan Pendidikan dalam hari raya Waisak serta mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari maupun perumah tangga atau umat awam.



BAB II
PEMBAHASAN

A. Pendidikan
1.   Pengertian Pendidikan
Istilah pendidikan dalam bahasa inggris "education", berakar dari bahasa Latin "educare", yang dapat di artikan pembimbingan berkelanjutan (to lead forth). Jika diperluas, arti etimologis itu mencerminkan keberadaan pendidikan yang berlangsung dari generasi ke generasi selama eksistensi kehidupan manusia.
Arti luas pendidikan adalah segala kegiatan pembelajaran yang berlangsung sepanjang zaman dalam segala situasi kegiatan kehidupan. Pendidikan bertahan di segala jenis, bentuk, dan tingkat lingkungn hidup, dan kemudian mendorong pertumbuhan segala potensi yang ada di dlam diri individu. Dengan kegiatan pembelajaran seperti itu, individu dapat mengubah dan mengembangkan diri menjadi semakin dewasa, cerdas, dan matang. Jadi singkatnya, pendidikan merupakan sistem proses perubahan menuju pendewasaan, Pencerdasan, dan pematangan diri. Pendidikan sendiri wajib bagi siapa saja, dan kapan saja, di mana saja, karena menjadi dewasa, cerdas, dan matang adalah hak asasi manusia pada umumnya.
Pada awalnya, manusia menjalankan pendidikan secara instingtif   atau nalurial, semata-mata demi kelangsungan hidupnya. Naluri adalah kodrat bawaan yang tidak perlu di pelajari secara metodis dan sistematis terlebih dahulu. Naluri pendidikan sudah mulai tampak sejak lahir, ketika menangis, mulai tertawa menggerakan anggota tubuh, mulai bisa duduk, berdiri, berjalan, berlari, dan seterusnya. Setiap gerak-gerik manusia mencerminkan adanya naluri pendidikan. Nluri pendidikan lebih berakar pada daya perasaan dan kemauan manusia.
Selanjutnya, atas daya ciptanya, manusia mulai mengadakan perubahan dan perkembangan penyelenggaraan pendidikan secara terencana. Kegiatan pendidikan disusun dalam program yang beraneka ragam dalam jenis dan jenjang serta dilaksanakan menurut sistem dan metode tertentu. Sedangkan keanekaragaman program dan penjenjangan itu di susun berdasarkan kemampuan daya pikir, sesuai dengan kondisi lingkungan, kebutuhan, dan berdasarkn pada tujuan kehidupan. Di dalamnya ditentukan tujuan dan sasaran pendidikan, isi dan materi pendidikan, serta kemudian disusun strategi pelksanaannya dalam sustu sistem administrasi dan manajemen tertentu. Hal ini dilakukan agar penyelenggaraan pendidikan bisa berjalan dalam langkah-langkah yang efektif dan efidien bagi pencapaian tujuan.
Dari keterangan tersebut, dapat ditarik suatu pelajaran bahwa pendidikan adalah suatu upaya untuk membuat manusia menjadi lebih baik, dalam arti kehidupannya menjadi lebih berkembang. Dengan pendidikan, manusia berusaha meningkatkan kehidupannya dari tingkat kehidupan naluriah menjadi rasional berkebudayaan. Karena itulah pendidikan diartikan sebagai pembudayaan kehidupan manusia.
Dengan demikian, karena seluruh kegiatan hidup, baik disengaja atau tidak, pendidikan selalu bertahan, apapun yang menjadi tujuan hidup manusia adalah tujuan pendidikan itu sendiri. Antara kehidupan manisia dan pendidikan bereksistensi bagaikan hubungan tak terpisahkan antara ruh dan badan manusia. Bagi kehidupan manusia, pendidikan mutlak atau perlu.
2.   Perkembangan Sosial dan Moral Siswa
Pendidikan, ditinjau dari sudut psikososial (kejiwaan kemasyarakatan), adalah upaya penumbuhkembangan sumber daya manusia melalui hubungan interpersonal (hubungan antar pribadi) yang berlangsung dalam linfkungan masyarakat yang terorganisasi, dalam hal ini masyarakat pendidikan dan keluarga.
Selanjutnya pendidikan baik yang berlangsung secara formal disekolah maupun yang berlangsung secara informal di lingkungan keluarga memiliki peran penting dalam mengembangkn psikososial siswa. Perkembangan sosial siswa, adalah proses perkembangan kepribadian siswa selaku seorang anggota masyarakat dalam berhubungan dengan orang lain.
Dalam dunia psikologi pendidikan terdapat aneka ragam mazhab (aliran pemikiran) yang berhubungan dengan perkembangan sosial. Yang paling menonjol antara lain, 1) aliran teori cognitive psychology dengan tokoh utama Jean Piaget dan Lawrence Kohlberg; 2) aliran teori social learning dengan tokoh utama Albert Bandura dan RH Walters. Tokoh-tokoh tersebut telah melakukan penelitian dan pengkajian perkembangan anak usia sekolah dasar dan menengah dengan penekanan khusus pada perkembangan moralitas mereka. Maksudnya, setiap tahap perkembangan sosial anak selalu dihubungkan dengan perkembangan prilaku moral, yakni baik buruknya prilaku seseorang menurut norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.

B.   Nilai Waisak Dan Pendidikan
1.   Pengertian Waisak
Kata Waaisak berasal dari bahasa Sansekerta: Vaishaka dan dalam bahasa Pali: Vesakha, dan pujabakti purnama Waisak dapat disebut Vaesakha-Puja atau Vesakha Punnami puja (Vaishaka Purnami Puja).
Hari Waisak sengaja disebut sebagi hari Raya karena sudah ditetapkan sebagai salah satu hari Raya Nasional bangsa Indonesia, dengan di tetapkannya Hari Waisak sebagai hari raya nasional oleh Presiden dengan Keputusan Presiden No.03 / 1983 tanggal 19 Januari 1983. Dengan demikian lengkaplah agama di Indonesia, baik Islam, Kristen, Hindu, dan Buddha, memiliki hari ibadah yang ditetapkan sebagai Hari Raya Nasional.
Hari Raya Waisak pada umumnya jatuh pada purnamasidhi di bulan Mei, namun kadangkala pada hari-hari pertama bulan Juni bila jatuh pada tahun kabisat lunar.
Menurut catatan sejarah perkembangan Agama Buddha di Indonesia, pujabakti Waisak sudah di laksanakan pada buln Mei 1983, yaitu sesudah kehadiran Bhante Narada Mahathera dari Sri Langka. Kemungkinan lain bahwa Waisak telah dirayakan di Candi Borobudur sekitar tahun 1920-an yang dipelopori oleh Penghimpunan theosofi, dimana anggotanya sebagian besar orang-orang Belanda.
Selama ini patokan yang dipergunakan dalam menetapkan Hari Raya Waisak di Indonesia adalah purnama-Sidhi berdasarkan perhitungan astronomi yang bersifat universal, ilmiah dan modern.
Hari Waisak dijuluki pula "Hari Trisuci Waisak" karena pada hari itu umat Buddha sedunia memperingati tiga peristiwa agung yang terjadi pada diri kehidupan Sang Buddha Gotama lebih dari 2500 tahun yang lalu. Tiga Peristiwa agung tersebut adalah:
1.     Bodhisata (Calon Buddha) yang dinamai Pangeran Sidarta Gotama dilahirkn di Taman Lumbini, Nepal, pada tahun 623 SM
2.    Pangeran Sidarta, yang kemudian menjadi pertapa dibawah Pohon Bodhi Suci, di Buddha-Gaya, India, dengan kekuatan sendiri mencapai Penerangan Agung dan menjadi Buddha.
3.    Sesudah 45 tahun lamanya perjalanan dan memberi pelayanan Dharma kepada umat manusia dan para dewa, Sang Buddha wafat pada usia 80 tahun di Kusinara, India, dan mencapai Pari-Nibbana pada tahun 543 SM
2.   Nilai Pendidikan dan Moral Waisak
Jadi, pendidikan serta ibadah sangatlah berperan dalam menciptakan karakter dan perilaku manusia yang baik. Perayaan waisak tidak hanya sekedar merayakan saja, melainkan agar anak-anak dan umat benar-benar dapat mengemban misi sesuai hakekat, yakni membersihkan diri, melakukan dan mencoba mengerti tujuan hidup sesuai pendidikannya.
Di tengah-tengah kehidupan dewasa ini, manusia sering mengabaikan pelaksanaan pendidikan moral, Sebagai umat awam umat buddha kita harus mengetahui nilai-nilai moral, biasanya di kenal dengan pancasila buddhis. Kelima nilai-nilai moral tersebut adalah:
1.     Panatipata Veramani Sikkhapadam Samadiyami.
2.    Adinnadana Veramani Sikkhapadam Samadiyami.
3.    Kamesu Micchacara Veramani Sikkhapadam Samadiyami.
4.    Musavada Veramani Sikkhapadam Samadiyami.
5.    Surameraya Majjapamadatthana Veramani Sikkhapadam Samadiyami.
Selain nilai-nilai moral di atas, agama Buddha juga amat menjunjung tinggi Karma sebagai sesuatu yang berpegangan pada prinsip sebab akibat.
















BAB III
PENUTUPAN

A. Kesimpulan
Pendidikan adalah suatu upaya untuk membuat manusia menjadi lebih baik, dalam arti kehidupannya menjadi lebih berkembang. Dengan pendidikan, manusia berusaha meningkatkan kehidupannya dari tingkat kehidupan naluriah menjadi rasional berkebudayaan. Karena itulah pendidikan diartikan sebagai pembudayaan kehidupan manusia.
Sedangkan Nilai-nilai Pendidikan dan Moral Waisak adalah diharapkan umat buddha dapat mengemban misi sesuai hakekat, yakni membersihkan diri, melakukan dan mencoba mengerti tujuan hidup sesuai pendidikannya dan mengerti nilai-nilai moral dalam Pancasila Buddhis.
B.   Saran
Semoga dengan belajar dari bacaan "Nilai-Nilai Pendidikan dan Hari Raya Waisak" diatas pembaca bisa memahami makna yang terkandung dalam Pendidikan dan Hari Raya Waisak. Pembaca juga disarankan mencari sumber-sumber lain agar mendapatan yang lebih komperhensif, karena makalah ini tidak seutuhnya sempurna.

















DAFTAR PUSTAKA

Herman, Endro, Hari Raya umat Buddhaa dan Kalender Buddhis:
Assayuja, 1996.
Priastana, Jo, Format Pendidikan Buddhi, Jakarta: Buddha Gotama
Society, 2003.
Samani, M. Hariyanto, Pendidikan Karakter, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2011.
Suhartono, Suparlan, Filsafat pendidikan, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media,
2007.
Syah, Muhibbin, Psikologi Pendidikan, Bandung: PT Remaja
ROSADAKARYA, 2008.

Makalah tentang Pemilihan Umum

Makalah tentang Pemilihan Umum
I. PENDAHULUAN 
Pemilu dalam negara demokrasi Indonesia merupakan suatu proses pergantian kekuasaan secara damai yang dilakukan secara berkala sesuai dengan prinsip-prinsip yang digariskan konstitusi. Prinsip-prinsip dalam pemilihan umum yang sesuai dengan konstitusi antara lain prinsip kehidupan ketatanegaraan yang berkedaulatan rakyat (demokrasi) ditandai bahwa setiap warga negara berhak ikut aktif dalam setiap proses pengambilan keputusan kenegaraan
Sebuah negara berbentuk republik memiliki sistem pemerintahan yang tidak pernah lepas dari pengawasan rakyatnya. Adalah demokrasi, sebuah bentuk pemerintahan yang terbentuk karena kemauan rakyat dan bertujuan untuk memenuhi kepentingan rakyat itu sendiri. Demokrasi adalah sebuah proses, artinya sebuah republik tidak akan berhenti di satu bentuk pemerintahan selama rakyat negara tersebut memiliki kemauan yang terus berubah. Ada kalanya orang menginginkan pengawasan yang superketat terhadap pemerintah, tetapi ada pula saatnya rakyat bosan dengan para wakilnya yang terus bertingkah karena kekuasaan yang seakan-akan tak ada batasnya. Berbeda dengan monarki yang membuat garis keturunan sebagai landasan untuk memilih pemimpin, pada republik demokrasi diterapkan azas kesamaan di mana setiap orang yang memiliki kemampuan untuk memimpin dapat menjadi pemimpin ketika ia disukai oleh sebagian besar rakyat. Pemerintah telah membuat sebuah perjanjian dengan rakyatnya yang ia sebut dengan istilah kontrak sosial. Dalam sebuah republik demokrasi, kontrak sosial atau perjanjian masyarakat ini diwujudkan dalam sebuah pemilihan umum. Melalui pemilihan umum, rakyat dapat memilih siapa yang menjadi wakilnya dalam proses penyaluran aspirasi, yang selanjutnya menentukan masa depan sebuah negara.





















II. RUMUSAN MASALAH
A.  Apa Pengertian Pemilihan Umum?
B.  Bagaimana Sistem Pemilihan Umum?
C.  Cara Pelaksanaan Pemilihan Umum di Indonesia?










































III. PEMBAHASAN
A.  Pengertian Pemilihan Umum
Pemilihan umum yang selanjutnya disebut Pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. [1]
Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUD RI 1945) menentukan: "Kedaulatan adalah ditangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat."  Mana kedaulatan sama dengan makna kekuasaan tertinggi, yaitu kekuasaan yang dalam taraf terakhir dan tertinggi wewenang membuat keputusan. Tidak ada satu pasalpun yang menentukan bahwa negara Republik Indonesia adalah suatu negara demokrasi. Namun, karena implementasi kedaulatan rakyat itu tidak lain adalah demokrasi, maka secara implesit dapatlah dikatakan bahwa negara Republik Indonesia adalah negara demokrasi.
Hal yang demikian wujudnya adalah, sementara negara atau pemerintah menghadapi masalah besar, yang bersifat nasional, baik di bidang kenegaraan, hukum, politik, ekonomi, sosial-budaya ekonomi, agama "semua orang warga negara diundang untuk berkumpul disuatu tempat guna membicarakan, merembuk, serta membuat suatu keputusan. "ini adalah prinsipnya. [2]

B.  Sistem Pemilihan Umum Boyolali
Boyolali -  Pilkada Boyolali yang akan berlangsung pada tahun 2015 direncanakan akan menggunakan sistem elektronik atau  ev oting. Hal ini didasari pada keberhasilan Pilkades sistem e- voting. Pasalnya, sistem tersebut dinilai lebih efisien.  
"Saya rencanakan Pilkada tahun 2015 sudah menggunakan sistem e-voting," ujar Bupati Boyolali, Seno Samodro ditemui di ruang kerjanya, Senin (7/10). 

Dijelaskan, pihaknya tidak main- main dalam menggagas sistem baru Pilkada tersebut. Saat ini rencana masih terus dimatangkan dengan melihat regulasi yang ada. Termasuk menghitung kebutuhan komputer untuk mendukung kelancaran pemungutan suara.

Sebagai perhitungan, ada sekitar 2.000 TPS. Nah setiap TPS membutuhkan tiga unit komputer, jadi setidaknya butuh 6.000 unit komputer. Namun demikian, tentu aja masih perlu dibahas pula kebutuhan peralatan pendukung lainnya. Termasuk dukungan software atau perangkat lunaknya.

"Yang jelas, Pilkada 2015 bakal menjadi tinggalan yang berharga," imbuhnya.
Menurut Bupati, gagasan untuk menggelar Pilkada sistem e- voting juga didasari keberhasilan penerapan sistem tersebut dalam Pilkades beberapa waktu lalu. Sebagai tahap awal, pemkab telah melaksanakan Pilkades e- voting di beberapa desa. Antara lain, Desa Kebongulo, Kecamatan Musuk; Desa Karangnongko Kecamatan Mojosongo, Desa Genting Cepogo dan Desa Kebonbimo, Kecamatan Boyolali Kota.   

"Pelaksanaan Pilkades e- voting semuanya berjalan lancar dan waktunya lebih cepat. Selain itu, juga tidak ada ekses negatif seperti protes dari pihak calon yang kalah karena semua transparan, "tambah Bupati.  

Terpisah, Ketua DPRD Boyolali, S Paryanto menyambut positif rencana tersebut. Namun demikian, perlu dipahami betul regulasi dari pemerintah. "Itu kan baru usulan, jadi harus dilihat aturan yang mendasari, termasuk regulasi dari Kemdagri," jelasnya.
Disinggung tentang biaya, pihaknya belum bisa memastikan. Meski anggaran tidak menjadi masalah, karena bisa diperkirakan dan dihitung perinciannya nanti. Tetapi yang lebih penting adalah regulasi. Sepanjang sudah ada regulasi dari pemerintah pusat, tidak masalah. Kalau memang sudah ada aturan dari pusat, perlu dibentuk perda terlebih dahulu.

C.  Pelaksanaan pemilihan umum di Indonesia
Pemerintah dan DPR sepakat pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak disepakati akan digelar pada Desember 2015 mendatang. Kesepakatan itu tercipta setelah pihak penyelenggara, yakni Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyanggupinya. hal disampaikan Ketua Fraksi Golkar di MPR, Rambe Kamarulzaman, dalam sebuah diskusi di Gedung MPR, Senin (13/4).
 
Menurutnya,  
UU No.1 Tahun 2015  tentang Pilkada mengamanatkan terhadap kantor kepala daerah yang habis pada 2015 dan masa jabatan Januari sampai Juli 2016 ditarik pemilihan kantor baru pada Desember 2015. Meski DPR khususnya Komisi II mengusulkan agar dilakukan proses Pilkada pada 2016, namun kesepakatan dilakukan pada 9 Desember 2015.
 
Tak tanggung-tanggung, jumlah daerah yang akan menggelar perhelatan akbar lokal sebanyak 269 Pilkada. Namun, pelaksanaan Pilkada serentak dilakukan melalui tiga gelombang. Gelombang kedua akan digelar pada Februari 2017 diperuntukan bagi mereka pejabat kepala daerah yang habis masanya pada Juli sampai Desember 2017. Sedangkan gelombang tiga bakal digelar pada Juni 2018 untuk kantor yang habis masa tugasnya pada 2018 dan 2019.
 
Soal anggaran, tak saja bersumber dari APBD, tetapi juga mendapat bantuan dari APBN. Terlepas dari berbagai kekurangan, kata Rambe, hal itu menjadi konsekuensi dari UU Pilkada. Rambe cukup menguasai UU Pilkada. Apalagi perdebatan pelaksanaan Pilkada Serentak. Maklum, Rambe menjabat Ketua Komisi II DPR yang membidangi pemerintahan.
 
Lebih jauh, Rambe berpandangan persoalan pelaksanaan Pilkada serentak sempat diperdebatkan. Apalagi putusan Mahkamah Konstitusi hanya mengamanatkan pelaksanaan Pemilu serentak hanya Pilpres dan Pemilihan Anggota Legislatif (Pileg).
 
"Itu pun belum terbayangkan dari sisi anggaran, pengamanan, kualitas. Tapi Pilkada serentak merupakan keputusan yang harus kita terima dengan tiga gelombang dan kita laksanakan, "ujarnya.
 
Peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro, berpandangan dalam melaksanakan Pilkada serentak harus dipertimbangkan dampak terhadap rakyat. Tak saja efisiensi anggaran, tapi juga kesiapan masyarakat dan partai politik. Terlebih, masih adanya perseteruan internal partai dengan dualisme kepengurusan yang tak kunjung rampung.
 
"Pilkada serentak yang akan digelat Desember harus diundur," ujarnya.
 
Kendati pun tetap bakal digelar akhir tahun 2015, toh perlu menilik kesiapan birokrasi dan administrasi, termasuk Pemda setempat di masing -masing daerah. Selain itu, kesiapan penyelanggara seperti KPU dan Bawaslu secara administratif, substantif dan anggaran harus persiapkan matang. Dengan kata lain, kata Zuhro, kesiapan seluruh stakeholder dalam melaksanakan Pilkada serentak perlu mempertimbangkan beberapa hak krusial dan dampaknya terhadap masyarakat luas.
 
Ia menilai Pilkada serentak seolah dipaksakan. Ia berpendapat melaksanakan Pilkada serentak di 269 daerah bukan hal mudah. Ia menyarankan sebaiknya Pilkada serentak dilakukan di satu provinsi dengan beberapa kabupaten sebagai uji coba. Nah, jika ternyata berjalan lancar tanpa adanya kerusuhan dan sengketa, maka dapat digelar di provinsi lain. Di tahun berikutnya, dapat digelar serentak nasional.
 
"Kalau mau serentak di satu provinsi dulu untuk tes case. Jangan kita memayungi hukum dan kemudian jadi blunder. Pilkada serentak tak saja untuk alasan efisiensi saja, tapi juga kesejahteraan rakyat. Dan seharusnya rencana diselenggarakan Desember direview agar hasilnya berkualitas dan korelasinya terhadap pemerintahan daerah dan rakyatnya positif dan signifikan, "pungkasnya.





IV. KESIMPULAN
Dari materi diatas setidaknya ada beberapa poin yang dapat disarikan dalam tema singkat tentang "pemilu" ini:
a. Pemilihan umum yang selanjutnya disebut Pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
b. Dalam pembagian tipe demokrasi modern, saat ini Negara Republik Indonesia sedang berada dalam tahap demokrasi dengan pengawasan langsung oleh rakyat. Pengawasan oleh rakyat dalam hal ini, diwujudkan dalam sebuah penyelenggaraan pemilu yang demokratis.
c. Disusunnya undang-undang tentang pemilu, partai politik, serta susunan dan kedudukan lembaga legislatif yang baru membuat masyarakat kita lebih mudah untuk memulai belajar berdemokrasi.
d. Cepat atau lambat, rakyat Indonesia akan dapat memahami bagaimana caranya berdemokrasi yang benar di dalam sebuah republik.
e. Pemahaman ini akan timbul secara bertahap seiring dengan terus dijalankannya proses pendidikan politik, khususnya demokrasi di Indonesia, secara konsisten.

V. PENUTUP
Demikian makalah ini saya susun. Punulis menyadari dalam makalah ini masih banyak sekali kekurangan dan jauh dari kesan "sempurna". Oleh karena itu, kritik dan saran yang kontruktif sangat penulis harapkan demi kesempurnaan makalah saya selanjutnya. Akhirnya semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya



















DAFTAR PUSTAKA

Budiardjo, Miriam, 2007, Dasar-dasar Ilmu Politik,  Jakarta: Ikrar Mandidrabadi
______________, 2008, edisi revisi  Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,
Soehino, 2010, Hukum Tata Negara Perkembangan Pengaturan dan Pelaksanaan Pemilihan umum di Indonesia,  Yogyakarta: UGM
Tim Eska Media. 2002,  Edisi Lengkap UUD 1945. Jakarta: Eska Media.
Hukum Politik 2003, UU No. 12 tahun 2003 tentang Pemilihan Umum
UU No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilu DPR, DPD, dan DPRD



[1] Hukum Politik 2003, UU No. 12 tahun 2003 tentang Pemilihan Umum, hal 35.
[2] Soehino,  Hukum Tata Negara Perkembangan Pengaturan dan Pelaksanaan Pemilihan umum di Indonesia,  (Yogyakarta: UGM 2010), hlm.72
[3] Miriam Budiardjo,  Dasar-dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Ikrar Mandidrabadi, 2007), hlm. 177
[4] Miriam Budiardjo, edisi revisi  Dasar-dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), hlm.467-468
[5]  Op Cit,  hlm, 58-64
[6]  Op Cit,  hlm, 473
[7] UU No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilu DPR, DPD, dan DPRD. hlm.18
[8] Tim Eska Media.  Edisi Lengkap UUD 1945. (Jakarta: Eska Media. 2002). Hlm.74
[9]   Ibid, hlm. 36-37
[10]   Ibid. hlm.51.