kematian
Kematian dapat diumpamakan sebagai pelita atau lilin dan
sejenisnya. ada 4 faktor penyebab pelita atau lilin padam, yang pertama sumbu
habis, ke dua minyaknya habis, yang ke tiga minyak dan sumbu habis, dan yang
terakhir faktor lainnya seperti terkena air, tertiup angin, atau jatuh dan
akhirnya mati. Kematian bagaikan pelita atau lilin, suatu saat akan mati yang
dikarenakan yang pertama: usia telah habis, itu bagaikan sumbunya telah habis,
yang kedua: karmanya sudah habis atau bisa di umpamakan minyak pelita sudah
habis, yang ketiga karma dan usia telah habis, itu bagaikan minyak dan sumbu
habis, yang terakhir karena sesuatu hal yang disebabkan karena kecelakan, bisa
jatuh darri motor, kecelakaan pada saat kerja dan lain sebagainya itu
diibaratkan pelita yang diterjang angin atau terguyur air atau bisa juga karena
jatuh dan akhirnya mati. Seperti telah di jelaskan dalam Dhammapada
277,278,279
sabbe
sankhara aniccati / dukkhati / dhamma anittati
yada
pannaya passati
atha
nibbindati dukke
esa
maggo visuddhiya
semua
yang terbentuk tidak kekal/ dukkha/ bukan aku
bila
dengan bijaksana orang melihat semua itu
maka
penderitaan itu tidak akan ada lagi
inilah
ajaran untuk mencapai kesucian
Dalam parita tersebut
sudah sangat jelas bahwa dengan menyadari dengan bijaksana akan mendapatkan kebahagiaan. Jadi seandainya
ditingalakan orang yang disayangi janganlah berlarut-larut dalam kesedihan
karena hanya akan menimbulkan atau menambah penderitaan. Seperti juga di
jelaskan dalam SALLA SUTTA 575,576
Suatu makhluk, sekali dilahirkan,
akan mengalami kematian, dan tidak ada jalan keluar darinya. Ketika usia tua
atau penyebab lain tiba, maka kematian pun datang. Demikianlah adanya makhluk
hidup.
|
(575)
|
|
Ketika buah-buahan masak, mereka
mungkin akan jatuh di pagi hari. Seperti itu pula halnya suatu makhluk,
sekali dilahirkan, bisa mati kapan pun juga.
|
(576)
|
Jadi sesuatu yang dilahirkan itu akan mengalami
kematian dan tidak ada jalan keluar dari kematian, di ibaratkan buah yang sudah
masak tidak tau kapan akan jatuh, seperti halnya kita, kita tidak tau kapan
kematian akan datang kepada kita.
Jadi setelah mengerti dan menyadari semua itu
hendaknya juga mengerti dan menyadari tentang semua yang ada di dunia ini
terutama badan jasmani, seperti juga di jelaskan dalam MAHA PARINIBBANA SUTTA (D.II.16) yang intinya Sang Buddha
memberikan Khotbah tentang beberapa aspek yg paling mendasar dan penting dalam
ajaran Sang Buddha yaitu : semua yang terjadi adalah dukkha (penderitaan),
anicca (ketidak kekalan), Anatta (tanpa aku). Saudara- saudara sedhamma kita
harus menyadari 3 hal ini, dukkha, anicca, anata. Diimana hidup didunia ini
tidak mungkin lepas dari penderitaan(dukkha), ditinggal orang yang disayangi
adalah suatu penderitaan, atau yang anak muda-muda sekarang diputusin pacar
menderitanya luar biasa. Padahal kalau menyadari semua itu bahwa hidup didunia
ini itu tidak lepas dari penderitaan maka hidup ini tidak akan menderita. Yang
kedua adalah anicca(ketidaka kekal), bahwa tak ada yang abadi didunia ini
seperti yang telah dijelaskan oleh Sang Buddha Gautama didalam WIJAYA SUTTA bahwa tubuh ini atau badan
jasmani ini tidaklah kekal, tetapi seorang dungu karena ketidaksadarannya
(avidya) mempunyai anggapan bahwa badan jasmani ini adalah satu rupa atau
bentuk-bentuk perwujudan yang baik sekali tanpa disadari jika badan ini mati
sebagai bangkai didalam kuburan bengkat-bengkak, biru-biru mungkin dimakan
cacing-cacing dan binatang lainya angota keluarga kita tidak ada yang
menginginkannya lagi. kita harus menyadari bahwa wajah yang cantik ini tidak
kekal, wajah yang ganteng ini tidaklah kekal. Seaandainya saudara-saudara
mengerti semua itu maka kita akan bahagia. Yang ketiga adalah anatta (tanpa
aku)yang dimaksud tanpa aku adalah tidak ada jiwa yang kekal atau jasmani ini
tidak kekal, jadi badan jasmani ini nantinya juga akan lenyap atau akan kita
tinggalkan, jadi tidak ada aku atau hanyalah nama dan rupa tidaklah kekal,
semuanya berubah setiap saat, apabila nanti kita meninggal jasmani ini sudah
tidak jadi milik kita, jadi yang dimaksudkan tanpa aku adalah nama dan rupa itu
ketidak kekalan.
Sang Buddha juga pernah
bersabda :
"Para
Bhikkhu, walau dengan hadirnya Sang Tatthagata
atau
tanpa hadirnya seorang Tatthagatha,
tetaplah
berlaku suatu hukum,
suatu
kesunyataan yang mutlak
bahwa
segala sesuatu yang terbentuk adalah tidak kekal,...
tidak
memuaskan,...dan tanpa inti ...."
(Angutara
Nikaya, Yodhajiva-Vagga, 124)
jadi
dengan bijaksana dan menyadari semua itu maka hidup ini akan bahagia.
Dalam kehidupan Sang Buddha ada sebuat kisah seorang
ibu yang bernama kisagotami. Kisah gotami ini mempunyai seorang anak yang masih
kecil,,,, pasti seorang ibu jika memiliki anak pasti bahagiannya luar biasa,
tapi suatau ketika anaknya jatuh sakit dan anaknya meninggal. Kisagotami sangat
sedih kehilangan anaknya. Dia tidak merelakan anaknya meninggal sampai-sampai
dia berfikir untuk mencari obat bagaimana agar anaknya bisa hidup kembali,
kisagotami ini menemui sang buddha dan memohon kepada sang buddha untuk
menghidupkan anaknya kembali. Sang buddha menjawab “saya akan menghidupkan
anakmu kembali dengan satu syarat, syaratnya adalah kamu harus mencari biji
lada dari keluarga yang belum pernah ditinggalkan keluarganya, kisagotamipun
pergi mencari biji lada dari keluarga yang belum pernah ditinggalkan.
Kisagotami
: “tok..tok...tok....
permisih buk apakah ibuk mempunyai biji lada????
Rumah
tangga ` :
Iya punya....
Kisagotami
: Boleh saya minta
buk...
Rumah
tangga :
Boleh!!!!
Kisagotami
: Buk apakah ibu belum
pernah ditinggalkan sanak keluarga?????
Rumah
tangga :
Oh 2 hari yang lalu anak suami saya meninggal
Kisagotami
: Oohhh iya buk, tidak
jadi....
Kisagotamipun pergi dan berpindah rumah dari satu
rumah kerumah lainnya untuk mencari biji lada dari keluarga yang belum pernah
di tinggalkan. Tapi dia tidak menjumpai satu keluarga yang memiliki biji lada
dari keluarga yang belum pernah di tinggalkan, kisa gotamipun akhirnya tersadar
bahwa semua orang pernah mengalami yang dia rasakan. Akhirnya dia memakamkan
anaknya dan menemui sang buddha kemudian menjadi seorang bhikkhuni.
Kemudian
Sang Buddha membabarkan syair Dhammapada 114 berikut:
“Walaupun
seseorang hidup seratus tahun, tetapi tidak dapat melihat keadaan tanpa kematian
(Nibbana), sesungguhnya lebih baik kehidupan sehari dari orang yang dapat
melihat “keadaan tanpa kematian”.”
Dari kisah tersebut terdapat pelajaran yang sangat
berharga bahwa didunia ini tidaklah kekal tanpa aku yang kekal dan semua tidak
lepas dari penderitaan jadi kita harus memandang semua itu dengan bijaksana
agar memperoleh kebahagiaan.
Kembali lagi pada pelita atau lilin...Hidup itu
bagaikan pelita atau lilin. Gunakanlah hidup ini laksana pelita yang membawa
cahaya dari suatu kegelapan, jadikanlah hidup ini bermanfaat bagi orang lain
maupun diri sendiri sehingga akan memperoleh kebahagian, baik kehidupan
sekarang atau yang akan datang.
No comments:
Post a Comment