KENAKALAN REMAJA
Oleh: Slamet Susilo
Telah
kita ketahui bahwa kenakalan remaja itu sangat menurunkan moral pada diri kita
dan lebih-lebih pada bangasa kita ini,oleh sebab itu kita sebagai siswa-siswi
peduli dan tanggap akan moral-moral remaja yang sangat bertolak belakang dengan
apa yang telah ditentukan oleh sang maha pencipta, seperti halnya penyalah
gunaan obat-obatan terlarang, pergaukan bebas yang tidak bisa memanage pada
diri kita masing-masing shingga munculah benih-benih kenakalan remaja yang
tumbuh pada diri remaja itu sendiri.
Mengapa Kenakalan Remaja Bisa
Muncul?
A. Pengaruh
Kawan Sepermainan
Apabila dalam
pengembaraanmu engkau tak dapat menemukan seorang sahabat yang berkelakuan
baik, pandai dan bijaksana, maka hendaknya ikutilah dia yang akan membawa
kebahagiaan dan kesadaran bagi dirimu yang akan menghindarkan dirimu dari
kesukaran dan mara bahaya” (Dhammapada 328)
Di
kalangan remaja, memiliki banyak kawan adalah merupakan satu bentuk prestasi
tersendiri. Makin banyak kawan, makin tinggi nilai mereka di mata
teman-temannya. Apalagi mereka dapat memiliki teman dari kalangan terbatas.
Misalnya, anak orang yang paling kaya di kota itu, anak pejabat pemerintah
setempat bahkan mungkin pusat atau pun anak orang terpandang lainnya. Dijaman sekarang,
pengaruh kawan bermain ini bukan hanya membanggakan si remaja saja tetapi
bahkan juga pada orangtuanya. Orang tua juga senang dan bangga kalau anaknya
mempunyai teman bergaul dari kalangan tertentu tersebut. Padahal, kebanggaan
ini adalah semu sifatnya. Malah kalau tidak dapat dikendalikan, pergaulan itu
akan menimbulkan kekecewaan nantinya. Sebab kawan dari kalangan tertentu pasti
juga mempunyai gaya hidup yang tertentu pula. Apabila si anak akan berusaha
mengikuti tetapi tidak mempunyai modal ataupun orangtua tidak mampu memenuhinya
maka anak akan menjadi frustrasi. Apabila timbul frustrasi, maka remaja
kemudian akan melarikan rasa kekecewaannya itu pada narkotik, obat terlarang,
dan lain sebagainya. Pengaruh kawan ini memang cukup besar. Dalam
Mangala Sutta, Sang Buddha bersabda: “Tak bergaul dengan orang tak bijaksana, bergaul dengan mereka yang
bijaksana, itulah Berkah Utama”. Pengaruh kawan sering diumpamakan sebagai
segumpal daging busuk apabila dibungkus dengan selembar daun maka daun itupun
akan berbau busuk. Sedangkan bila sebatang kayu cendana dibungkus dengan
selembar kertas, kertas itu pun akan wangi baunya. Seperti juga dijelaskan
dalam Sukkhapathana Sutta “Orang
yang mengikat ikan yang busuk dengan rumput rusa maka rumput rusa pun akan
berbau busuk, begitu juga orang yang tidak melakukan kejahatan bergaul dengan orang yang melakukan kejahatan
maka akan dicurigai melakukan kejahatan dan nama buruknya akan berkembang” Perumpamaan
ini menunjukkan sedemikian besarnya pengaruh pergaulan dalam membentuk watak
dan kepribadian seseorang ketika remaja, khususnya. Oleh karena itu, orangtua
para remaja hendaknya berhati-hati dan bijaksana dalam memberikan kesempatan
anaknya bergaul. Jangan biarkan anak bergaul dengan kawan-kawan yang tidak
benar. Memiliki teman bergaul yang tidak sesuai, anak di kemudian hari akan
banyak menimbulkan masalah bagi orangtuanya.
Dalam
Sigalovada Sutta Sang Buddha menjelaskan bahwa bergaul dengan orang yang buruk
normanya merupakan salah satu sebab yang membawa pada kemerosotan batin. Faktor
lainnya ialah karena pengaruh lingkungan. Lingkungan dengan kebiasaan
masyarakat setempat yang buruk akan membawa dampak buruk juga terhadap
perkembangan anak. Tetapi walaupun seorang remaja tumbuh di lingkungan dengan tingkat
kriminalitas yang tinggi, hubungan dengan teman sebaya dapat mempengaruhi
dirinya apakah akan melakukan kenakalan
Untuk
menghindari masalah yang akan timbul akibat pergaulan, selain mengarahkan untuk
mempunyai teman bergaul yang sesuai, orangtua hendaknya juga memberikan
kesibukan dan mempercayakan sebagian tanggung jawab rumah tangga kepada si
remaja. Pemberian tanggung jawab ini hendaknya tidak dengan pemaksaan maupun
mengada-ada. Berilah pengertian yang jelas dahulu, sekaligus berilah teladan pula.
Sebab dengan memberikan tanggung jawab dalam rumah akan dapat mengurangi waktu
anak ‘kluyuran’ tidak karuan dan sekaligus dapat melatih anak mengetahui tugas
dan kewajiban serta tanggung jawab dalam rumah tangga. Mereka dilatih untuk
disiplin serta mampu memecahkan masalah sehari-hari. Mereka dididik untuk
mandiri. Selain itu, berilah pengarahan kepada mereka tentang batasan teman
yang baik.
Dalam
Digha Nikaya III, 188, Sang Buddha memberikan petunjuk
tentang kriteria teman baik yaitu mereka yang memberikan perlindungan apabila
kita kurang hati-hati, menjaga barang-barang dan harta kita apabila kita
lengah, memberikan perlindungan apabila kita berada dalam bahaya, tidak pergi
meninggalkan kita apabila kita sedang dalam bahaya dan kesulitan, dan membantu
sanak keluarga kita.
Sebaliknya, Dalam
Digha Nikaya III, 182 diterangkan pula kriteria teman yang tidak baik.
Mereka adalah teman yang akan mendorong seseorang untuk menjadi penjudi, orang
yang tidak bermoral, pemabuk, penipu, dan pelanggar hukum.
B. Pendidikan
Memberikan
pendidikan yang sesuai adalah merupakan salah satu tugas orangtua kepada anak
seperti yang telah diterangkan oleh Sang Buddha dalam Digha Nikaya III, 188.
Agar anak dapat memperoleh pendidikan yang sesuai, pilihkanlah sekolah yang bermutu.
Selain itu, perlu dipikirkan pula latar belakang agama pengelola sekolah. Hal
ini penting untuk menjaga agar pendidikan Agama Buddha yang telah diperoleh
anak di rumah tidak kacau dengan agama yang diajarkan di sekolah. Berilah
pengertian yang benar tentang adanya beberapa agama di dunia. Berilah
pengertian yang baik dan bebas dari kebencian tentang alasan orangtua memilih
agama Buddha serta alasan seorang anak harus mengikuti agama orangtua, Agama
Buddha.Ketika anak telah berusia 17 tahun atau 18 tahun yang merupakan akhir
masa remaja, anak mulai akan memilih perguruan tinggi. Orangtua hendaknya
membantu memberikan pengarahan agar masa depan si anak berbahagia. Arahkanlah
agar anak memilih jurusan sesuai dengan kesenangan dan bakat anak, bukan semata-mata
karena kesenangan orang tua. Masih sering terjadi dalam masyarakat, orangtua
yang memaksakan kehendaknya agar di masa depan anaknya memilih profesi tertentu
yang sesuai dengan keinginan orangtua. Pemaksaan ini tidak jarang justru akan
berakhir dengan kekecewaan. Sebab, meski memang ada sebagian anak yang berhasil
mengikuti kehendak orangtuanya tersebut, tetapi tidak sedikit pula yang kurang
berhasil dan kemudian menjadi kecewa, frustrasi dan akhirnya tidak ingin
bersekolah sama sekali. Mereka malah pergi bersama dengan kawan-kawannya,
bersenang-senang tanpa mengenal waktu bahkan mungkin kemudian menjadi salah
satu pengguna obat-obat terlarang.
Anak
pasti juga mempunyai hobi tertentu. Seperti yang telah disinggung di atas,
biarkanlah anak memilih jurusan sekolah yang sesuai dengan kesenangan ataupun
bakat dan hobi si anak. Tetapi bila anak tersebut tidak ingin bersekolah yang
sesuai dengan hobinya, maka berilah pengertian kepadanya bahwa tugas utamanya
adalah bersekolah sesuai dengan pilihannya, sedangkan hobi adalah kegiatan
sampingan yang boleh dilakukan bila tugas utama telah selesai dikerjakan.
C. Penggunaan
Waktu Luang
Kegiatan
di masa remaja sering hanya berkisar pada kegiatan sekolah dan seputar usaha
menyelesaikan urusan di rumah, selain itu mereka bebas, tidak ada kegiatan.
Apabila waktu luang tanpa kegiatan ini terlalu banyak, pada si remaja akan
timbul gagasan untuk mengisi waktu luangnya dengan berbagai bentuk kegiatan.
Apabila si remaja melakukan kegiatan yang positif, hal ini tidak akan menimbulkan
masalah. Namun, jika ia melakukan kegiatan yang negatif maka lingkungan dapat
terganggu. Seringkali perbuatan negatif ini hanya terdorong rasa iseng saja.
Tindakan iseng ini selain untuk mengisi waktu juga tidak jarang dipergunakan
para remaja untuk menarik perhatian lingkungannya. Perhatian yang diharapkan
dapat berasal dari orangtuanya maupun kawan sepermainannya. Celakanya, kawan
sebaya sering menganggap iseng berbahaya adalah salah satu bentuk pamer sifat
jagoan yang sangat membanggakan. Misalnya, ngebut tanpa lampu dimalam hari,
mencuri, merusak, minum minuman keras, obat bius, dan sebagainya.Munculnya
kegiatan iseng tersebut selain atas inisiatif si remaja sendiri, sering pula
karena dorongan teman sepergaulan yang kurang sesuai. Sebab dalam masyarakat,
pada umunya apabila seseorang tidak mengikuti gaya hidup anggota kelompoknya
maka ia akan dijauhi oleh lingkungannya. Tindakan pengasingan ini jelas tidak
mengenakkan hati si remaja, akhirnya mereka terpaksa mengikuti tindakan
kawan-kawannya akhirnya ia terjerumus danTersesat. Dalam Muni Sutta telah di
jelaskan “Seorang yang masih muda
memiliki pengendalian diri, tidak melakukan kejahatan, pikirannya terkendali
dengan baik, tidak tergoda oleh kesenangan indera disebut sebagai orang suci
oleh para bijaksana”.
Oleh
karena itu, orangtua hendaknya memberikan pengarahan yang berdasarkan cinta
kasih bahwa sikap iseng negatif seperti itu akan merugikan dirinya sendiri,
orangtua, maupun lingkungannya. Dalam memberikan pengarahan, orangtua hendaknya
hanya membatasi keisengan mereka. Jangan terlalu ikut campur dengan urusan
remaja. Ada kemungkinan, keisengan remaja adalah semacam ‘refreshing’ atas
kejenuhannya dengan urusan tugas-tugas sekolah. Dan apabila anak senang
berkelahi, orangtua dapat memberikan penyaluran dengan mengikutkannya pada satu
kelompok olahraga beladiri.
Mengisi
waktu luang selain diserahkan kepada kebijaksanaan remaja, ada baiknya pula
orangtua ikut memikirkannya pula. Orangtua hendaknya jangan hanya tersita oleh
kesibukan sehari-hari. Orangtua hendaknya tidak hanya memenuhi kebutuhan materi
remaja saja. Orangtua hendaknya juga memperhatikan perkembangan batinnya.
Remaja, selain membutuhkan materi, sebenarnya juga membutuhkan perhatian dan
kasih sayang. Oleh karena itu, waktu luang yang dimiliki remaja dapat diisi
dengan kegiatan keluarga sekaligus sebagai sarana rekreasi. Kegiatan keluarga
ini hendaknya dapat diikuti oleh seluruh anggota keluarga. Kegiatan keluarga
dapat berupa pembacaan Paritta bersama di Cetiya dalam rumah ataupun melakukan
berbagai bentuk permainan bersama, misalnya scrabble, monopoli, dan lain
sebagainya. Kegiatan keluarga dapat pula berupa tukar pikiran dan berbicara
dari hati ke hati. Misalnya, dengan makan malam bersama atau duduk santai di
ruang keluarga. Pada hari Minggu seluruh anggota keluarga dapat diajak
kebaktian di Vihãra setempat. Mengikuti kebaktian, selain memperbaiki pola
pikir agar lebih positif sesuai dengan Buddha Dhamma juga dapat menjadi sarana
rekreasi. Hal ini dapat terjadi karena di Vihãra kita dapat berjumpa dengan
banyak teman dan juga dapat berdiskusi Dhamma dengan para Bhikkhu maupun
pandita yang dijumpai. Selain itu, dihari libur, seluruh anggota keluarga dapat
bersama-sama pergi berenang, jalan-jalan ke taman ria atau mal, dan lain
sebagainya.
D. Uang
Saku
Orangtua
hendaknya memberikan teladan untuk menanamkan pengertian bahwa uang hanya dapat
diperoleh dengan kerja dan keringat. Remaja hendaknya dididik agar dapat
menghargai nilai uang. Mereka dilatih agar mempunyai sifat tidak suka
memboroskan uang tetapi juga tidak terlalu kikir. Anak diajarkan hidup dengan
bijaksana dalam mempergunakan uang dengan selalu menggunakan prinsip hidup
‘Jalan tengah’ seperti yang diajarkan oleh Sang Buddha.Ajarkan pula anak untuk
mempunyai kebiasaan menabung sebagian dari uang sakunya. Menabung bukanlah
pengembangan watak kikir, melainkan sebagai bentuk menghargai uang yang didapat
dengan kerja dan semangat.
Pemberian
uang saku kepada remaja memang tidak dapat dihindarkan. Namun, sebaiknya uang
saku diberikan dengan dasar kebijaksanaan. Jangan berlebihan. Uang saku yang
diberikan dengan tidak bijaksana akan dapat menimbulkan masalah. Yaitu:
1. Anak
menjadi boro.
2. Anak
tidak menghargai uang, dan
3. Anak
malas belajar, sebab mereka pikir tanpa kepandaian pun uang gampang.
E. Perilaku
Seksual
Pada
saat ini, kebebasan bergaul sudah sampai pada tingkat yang menguatirkan. Para
remaja dengan bebas dapat bergaul antar jenis. Tidak jarang dijumpai
pemandangan di tempat-tempat umum, para remaja saling berangkulan mesra tanpa
memperdulikan masyarakat sekitarnya. Mereka sudah mengenal istilah pacaran
sejak awal masa remaja. Pacar, bagi mereka, merupakan salah satu bentuk gengsi
yang membanggakan. Akibatnya, di kalangan remaja kemudian terjadi persaingan
untuk mendapatkan pacar. Pengertian pacaran dalam era globalisasi informasi ini
sudah sangat berbeda dengan pengertian pacaran 15 tahun yang lalu. Akibatnya,
di jaman ini banyak remaja yang putus sekolah karena hamil. Oleh karena itu,
dalam masa pacaran, anak hendaknya diberi pengarahan tentang idealisme dan
kenyataan. Anak hendaknya ditumbuhkan kesadaran bahwa kenyataan sering tidak
seperti harapan kita, sebaliknya harapan tidak selalu menjadi kenyataan.
Demikian pula dengan pacaran. Keindahan dan kehangatan masa pacaran
sesungguhnya tidak akan terus berlangsung selamanya.Dalam memberikan pengarahan
dan pengawasan terhadap remaja yang sedang jatuh cinta, orangtua hendaknya
bersikap seimbang, seimbang antar pengawasan dengan kebebasan. Semakin muda
usia anak, semakin ketat pengawasan yang diberikan tetapi anak harus banyak
diberi pengertian agar mereka tidak ketakutan dengan orangtua yang dapat
menyebabkan mereka berpacaran dengan sembunyi-sembunyi. Apabila usia makin
meningkat, orangtua dapat memberi lebih banyak kebebasan kepada anak. Namun,
tetap harus dijaga agar mereka tidak salah jalan. Menyesali kesalahan yang
telah dilakukan sesungguhnya kurang bermanfaat.
Penyelesaian
masalah dalam pacaran membutuhkan kerja sama orangtua dengan anak. Misalnya,
ketika orangtua tidak setuju dengan pacar pilihan si anak. Ketidaksetujuan ini
hendaknya diutarakan dengan bijaksana. Jangan hanya dengan kekerasan dan
kekuasaan. Berilah pengertian sebaik-baiknya. Bila tidak berhasil, gunakanlah
pihak ketiga untuk menengahinya. Hal yang paling penting di sini adalah adanya
komunikasi dua arah antara orangtua dan anak. Orangtua hendaknya menjadi
sahabat anak. Orangtua hendaknya selalu menjalin dan menjaga komunikasi dua
arah dengan sebaik-baiknya sehingga anak tidak merasa takut menyampaikan
masalahnya kepada orangtua.
Dalam
menghadapi masalah pergaulan bebas antar jenis di masa kini, orangtua hendaknya
memberikan bimbingan pendidikan seksual secara terbuka, sabar, dan bijaksana
kepada para remaja. Remaja hendaknya diberi pengarahan tentang kematangan
seksual serta segala akibat baik dan buruk dari adanya kematangan seksual.
Orangtua hendaknya memberikan teladan dalam menekankan bimbingan serta
pelaksanaan latihan kemoralan yang sesuai dengan Buddha Dhamma. Sang Buddha
telah memberikan pedoman untuk bergaul yang tentunya juga sesuai untuk pegangan
hidup para remaja. Mereka hendaknya dididik selalu ingat dan melaksanakan
Pancasila Buddhis. Pancasila Buddhis atau lima latihan kemoralan ini adalah
latihan untuk menghindari pembunuhan, pencurian, pelanggaran kesusilaan, kebohongan,
dan mabuk-mabukan. Dengan memiliki latihan kemoralan yang kuat, remaja akan
lebih mudah menentukan sikap dalam bergaul. Mereka akan mempunyai pedoman yang
jelas tentang perbuatan yang boleh dilakukan dan perbuatan yang tidak boleh
dikerjakan. Dengan demikian, mereka akan menghindari perbuatan yang tidak boleh
dilakukan dan melaksanakan perbuatan yang harus dilakukan.
v Ciri-Ciri Kenekalan Remaja
Dalam
hal ini terdapat beberapa macam ciri-ciri tenteng kenakalan remaja adalah
sebagai
berikut :
1. pemarah,
apabila menghadapi suatu permasalahan dan masalah itu terasa tidak cocok maka
seketika itu bisa langsung marah.
2. pemalas,
biasanya kalau seseorang apabila sudah terjerumus kedalam hal yang negatif
biasanya akan menjedi seorang yang pemalas dalam segala hal-hal yang bersifat
baik.
3. tidak
memiliki rasa belas kasih yang besar.
4. mudah
putus asa atau tidak sabaran.
5. apabila
dilihat dari segipakaiannya tidakpernah memakai pakaian yang rajin atau sering
memakai pakaian yang tidak pantas untk dipakai, seperti laki-laki memakai
pakaian perempuan atau sebaliknya.
6. potngan
rambut atau keadaan tubuhnya tidak pernah diperhatikan.
7. tidak mengenal yang namanya dosa dan tidak
pernah merasa takut terhadap siapapun.
8. dan lain-lain.
v Akibat Dari Kenakalan Remaja
Setelah
seseorang melakukan sebuah usaha baik itubaik atau tidak baik yang pasti pasti
akan menerima atau mendapatkan manfaat, dan apabila yang dikerjakannya itu
selalu bersimpangan dengan ajaran agama maupun peraturan dari negara maka juga
pasti akan mendapatkan akibatnya. Akibat dari kenakalan remaja antara lain
adalah sebagai berikut yang diantaranya :
1. Apabiala
bertempat dimasyarakat akan mendapatkan teguran atau gunjingan dari
masyarakat
setempat.
2. Akan dibenci dan di musuhi banyak orang.
3. Tentunta akan dijauhi banyak orang.
4. Tidak
disukai oleh khalayak.
Dari
berbagai penyebab serta akibat dari pergaulan bebas diatas, maka harus ada
tindak lanjutnya agar penyebab kenakalan remaja ini dapat dicegah ataupun
diatasi. Sebagaimana hujan yang tak dapat menembus rumah yang beratap baik,
maka demikian pula nafsu tak dapat masuk ke dalam pikiran yang jernih
(Dhammapada 14). Jika seorang remaja sejak dini dibekali dengan landasan moral
yang baik dan dari remaja itu sendiri melatih pikiran dengan baik maka
kemungkinan ia akan terjerumus dalam pergaulan bebas sangatlah kecil.
Buddhagosa
dalam kitab Vishuddhimagga sebagaimana dijelaskan fungsi Silaadalah
menghancurkan kelakuan yang salah dan menjaga agar tetap tidak bersalah. Sebab
terdekat yang menimbulkan sila itu
sendiri ialah malu berbuat jahat(hiri) dan takut akan akibat perbuatan yang
salah (ottappa).
Adapun
Usaha pencegahan timbulnya kenakalan remaja secara umum dan khusus. diantaranya
adalah
Ø Usaha
pencegahan kenakalan remaja secara khusus
1. Mengenal
dan mengetahui ciri umum dan khas remaja
2. Mengetahui
kesulitan-kesulitan yang secara umum dialami oleh para remaja.
Kesulitan-kesulitan manakah yang biasanya menjadi sebab timbulnya penyaluran
dalam bentuk kenakalan.
3. Usaha
pembinaan remaja.
4. Menguatkan
sikap mental remaja supaya mampu menyelesaikan persoalan yang dihadapinya
5. Memberikan
pendidikan bukan hanya dalam penambahan pengetahuan dan keterampilan melainkan
pendidikan mental dan pribadi melalui pengajaran agama, budi pekerti dan
etiket.
6. Menyediakan
sarana-sarana dan meciptakan suasana yang optimal demi perkembangan pribadi
yang wajar.
7. Usaha
memperbaiki keadaan lingkungan sekitar, keadaan sosial keluarga maupun
masyarakat di mana terjadi banyak kenakalan remaja.
Dengan
usaha pembinaan yang terarah para remaja akan mengembangkan diri dengan baik
sehingga keseimabnagn diri akan dicapai dimana tercipta hubungan yang serasi
antara aspek rasio dan aspek emosi. Pikiran yang sehat akan mengarahkan mereka
ke perbuatan yang pantas, sopan dan bertanggung jawab yang diperlukan dalam menyelesaikan
kesulitan atau persoalan masing-masing.
Ø Usaha
pencegahan kenakalan remaja secara khusus
Dilakukan
oleh para pendidik terhadap kelainan tingkahlaku para remaja. Pendidikan mental
di sekolah dilakukan oleh guru, guru pembimbing dan psikolog sekolah bersama
dengan para pendidik lainnya.
Sarana
pendidikan lainya mengambil peranan penting dalam pembentukan pribadi yang
wajar dengan mental yang sehat dan kuat. Misalnya kepramukaan, dan yang
lainnya.
Usaha
pendidik harus diarahkan terhadap remaja dengan mengamati, memberikan perhatian
khusus dan mengawasi setiap penyimpangan tingkahlaku remaja di rumah dan di
sekolah.
Pemberian
bimbingan terhadap remaja tersebut bertujuan menambah pengertian remaja
mengenai:
1. Pengenalan
diri sendiri: menilai diri sendiri dan hubungan dengan orang lain.
2.Penyesuaiam
diri: mengenal dan menerima tuntutan dan menyesuaikan diri dengan tuntutan
tersebut.
3. Orientasi
diri: mengarahkan pribadi remaja ke arah pembatasan antara diri pribadi dan
sikap sosial dengan penekanan pada penyadaran nilai-nilai sosial, moral dan
etik.
Bimbingan yag dilakukan dengan dua pendekatan:
1. Pendekatan
langsung, yakni bimbingan yang diberikan secara pribadi pada si remaja itu
sendiri. Melalui percakapan mengungkapkan kesulitan si remaja danmembantu mengatasinya.
2. Pendekatan
melalui kelompok di mana ia sudah merupakan anggota kumpulan atau
kelompok
kecil tersebut:
3. Memberikan
wejangan secara umum dengan harapan dapat bermanfaat.
4. Memperkuat
motivasi atau dorongan untuk bertingklaku baik dan merangsang hubungan
sosial yang baik.
5. Mengadakan
kelompok diskusi dengan memberikan kesempatan mengemukaka pandangan
dan
pendapat para remaja dan memberikan pengarahan yang positif.
6. Dengan
melakukan permainan bersama dan bekerja dalam kelompok dipupuk solidaritas
dan
persekutuan denga Pembimbing.
7. Tindakan
Represif
Usaha
menindak pelanggaran norma-norma sosial dan moral dapat dilakukan dengan
mengadakan hukuman terhadap setiap perbuatan pelanggaran.
1. Di
rumah, remaja harus mentaati peraturan dan tata cara yang berlaku. Disamping
itu perlu adanya semacam hukuman yang dibuat oleh orangtua terhadap pelanggaran
tata tertib dan tata cara keluarga. Pelaksanan tata tertib harus dilakukan
dengan konsisten. Setiap pelanggaran yang sama harus dikenakan sanksi yang
sama. Sedangkan hak dan kewajiban anggota keluarga mengalami perubahan sesuai
dengan perkembangan dan umur.
2. Di
sekolah, kepala sekolahlah yang berwenang dalam pelaksanan hukuman terhadap
pelanggaran tata tertib sekolah. Dalam beberapa hal guru juga berhak bertindak.
Akan tetapi hukuman yang berat seperti skorsing maupun pengeluaran dari sekolah
merupakan wewenang kepala sekolah. Guru san staf pembimbing bertugas
menyampaikan data mengenai pelanggaran dan kemungkinan-kemungkinan pelanggaran
maupun akibatnya. Pada umumnya tindakan represif diberikan diberikan dalam
bentuk memberikan peringatan secara lisan maupun tertulis kepada pelajar dan
orang tua, melakukan pengawasan khusus oleh kepala sekolah dan team guru atau
pembimbing dan melarang bersekolah untuk sementara atau seterusnya tergabtung
dari macam pelanggaran tata tertib sekolah yang digariskan.
3.
Tindakan
Kuratif dan Rehabilitasi
Dilakukan
setelah tindakan pencegahan lainnya dilaksanakan dan dianggap perlu mengubah
tingkahlaku si pelanggar remaja itu dengan memberikan pendidikan lagi.
Pendidikan diulangi melalui pembinaan secara khusus, hal mana sering
ditanggulangi oleh lembaga khusus maupun perorangan yang ahli dalam bidang ini.